Senin, 09 April 2012

Pengalaman Menyesatkan Diri Yang Menakjubkan


Hari ini, Minggu 8 April 2012 aku melakukan perjalanan selama 12 jam dalam rangka mendapatkan suasana baru tentang alam. Perjalanan ini saya mulai dari Blitar dan berakhir di Surabaya. Perjalanan ini merupakan pengalaman pertama sekaligus terunik dan terekstrim bagiku. Aku berangkat dari desaku (desa Ringinanyar, kec. Ponggok, kab. Blitar) pukul 10 pagi dengan mengendarai sepedah motor bersama teman saya. Awalnya perjalanan kami ini bertujuan untuk kembali ke Surabaya setelah 3 hari kami berada di desa karena hari liburan kuliah. Sebelum barangkat, teman saya meminta saya untuk berangkat lewat Malang karena jika lewat Pare sudah biasa dan pemandangannya hanya itu-itu saja. Saya menyetujuinya dan kami pun berangkat melewati jalur yang beda. Pada tahap awal kami berangkat melewati hutan Maliran kec. Ponggok, kab. Blitar dan tembus ke kota Blitar tepatnya melewati Waterpark Sumber Udel. Dari sini saya lurus ke timur melewati stadion kota Blitar dan menuju ke jalan yang menuju Makam Bung Karno. Kemudian saya sok tahu bahwa jalan ke Malang dari makam Bung Karno itu lurus ke Timur. Selanjutnya saya melihat petunjuk arah yang bertuliskan “Candi Penataran / Malang” yang menunjuk ke arah timur. Dari sini asumsi saya bahwa perjalanan ke Malang itu bisa di tempuh melewati depan Candi Penataran. Selanjutnya saya terus mengikuti petunjuk arah yang menuju ke Candi Penataran. Sesampainya di lokasi Candi Penataran, saya bertanya ke petugas penjaga pintu masuk mengenai jalan menuju ke Malang, Ternyata bapak itu menjawab bahwa seharusnya saya belok ke Selatan ketika melewati lampu merah yang kira-kira jaraknya 10 km dari tempat itu. Kemudian saya puter balik dan mencri lampu merah yang di maksut tersebut. Karena sudah merasa berjalan jauh namun tidak menemukan lampu itu, saya berfikir bahwa belokan apapun yang menuju ke Selatan pasti akan menuju ke jalan besar yang menghubungkan ke jalan raya Blitar-Malang, dan karena asumsi saya itu, saya belok ke arah selatan melewati sebuah jalan yang sebenarnya bukan yang dimaksut oleh bapak penjaga pintu masuk Candi Penataran itu tadi. Saya terus malaju kearah Selatan, melewati sawah, sungai lahar, bukit, kemudian sawah lagi, jalan terjal, jalan halus, kembali ke pemukiman warga, selanjutnya ke sawah-sawah lagi, dan begitu seterusnya sampai saya sadar telah menempuh jalan yang begitu jauh namun belum menemukan jalan raya yang saya maksut. Kami terus mengikuti arus jalan dengan hanya menggunakan perkiraan (insting) dan terus berjalan dan malaju hingga jauh. Setelah itu kami sadar bahwa kami telah tersesat jauh, namun kami akan tetap berjalan mengikuti arus jalan sampai menemukan jalan lain menuju ke Malang tanpa harus melewati jalan yang normal (jalan utama). Kemudian setelah beberapa jam kami melakukan perjalanan, sampailah kami pada suatu perkebunan yang menyuguhkan pemandangan indah dan udara sejuk. Kemudian kami berhenti sejenak untuk berfoto di tempat yang sangat indah itu. Setelah berfoto kami melihat seorang penjaga kebun yang sedang melintas dan saya bertanya apa nama kebun ini? ini di daerah mana? dan dimanakah jalan menuju Malang? Kemudian bapak itu menjawab ini adalah perkebunan Bantaran, Kencong, Kec. Wlingi, Kab. Blitar, dan selanjutnya bapak itu memberikan rambu-rambu jalan menuju kota Malang. Setelah bertanya-tanya, kami tidak langsung pulang melainkan masih menikmati keindahan alam perkebunan dan yang tidak boleh ketinggalan adalah berfoto ria di sana. Setelah cukup puas, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang kami lewati jauh diluar dugaan kami sebelumnya. Jalanya berkelok-kelok terjal dan berbatu namun pemandangan alamnya sungguh menakjubkan. Beberapa menit kemudian hujan turun lebat sekali, dan kami masih berada di kawasan pegunungan yang berkelok-kelok dan masih jarang menemui rumah pendududuk. Namun setelah cukup basah beberapa waktu kemudian kami menemukan rumah penduduk dan kami memutuskan untuk langsung berteduh di rumah itu. Kemudian setelah kami berada diteras rumah itu, pemilik rumahnya keluar dan menemui kami. Ibu pemilik rumah itu sangat ramah dan baik, kemudian menyuruh kami untuk masuk ke rumahnya. Setelah itu kami bertanya tentang desa ini. Ternyata desa ini bernama desa Sumbersari, kab. Malang, namun  nama kecamatannya saya lupa. Setelah hujan cukup reda, kami berpamitan dan melanjutkan perjalanan melewati jalan berkelok-kelok dengan pemandangan sawah berundak-undak (sengkedan) + gunung dan sungai yang sangat indah luar biasa. Setelah melakukan perjalanan cukup lama jalan yang kami ikuti menuju ke sebuah hutan lebat. Sebenarnya saya takut untuk memasuki hutan tersebut namun teman saya tetap memaksa ingin menikmati suasana hutan yang lebat dan akhirnya kami memutuskan untuk lewat jalan itu. Setelah masuk kedalam hutan, kami disuguhkan pemandangan yang “Subhanallah” sangat luar biasa indah sekali, tercium bau tumbuh-tumbuhan yang sangat alami, segar, dan juga suara khas hutan yaitu terdengar suara jangkrik, dan hewan-hewan / seranga lainnya, dan di kanan kiri terlihat tumbuhan besar-besar dan juga pohon pinus dan pohon-pohon lainyanya yang cukup lebat. Jalan yang kami tempuh di dalam hutan itu sangat berkelok-kelok (belokan tajam) dan di beberapa titik terdapat jurang yang sangat dalam. Selain berkelok-kelok, jalanya juga naik turun dengan tanjakan yang sangat tajam, karena itu, kami melewati jalan itu dengan hati-hati sambil menikmati keindahan alam yang di suguhkan. Ketika berada di hutan ini, dalam hati aku kepingin banget berfotoria di sana, namun sepertinya cuaca dan situasinya kurang mendukung sehingga saya tidak berani berhenti untuk berfoto dengan keindahan hutan yang sangat menakjubkan. Di dalam hutan ini, kami mengalami kejadian cuaca yang aneh (menurut saya cukup ekstrim) yaitu sesekali hujan lebat, kemudian terang kembali, hujan lebat lagi, dan begitu seterusnya. Namun, menurut teman saya yang saya bonceng itu, kejadian alam di daerah pegunungan seperti itu sudah biasa dan wajar terjadi karena ia sudah sering mengalaminya ketika melakukan penjelajahan. Setelah itu, sekitar pukul 14.00 kami keluar dari hutan itu yang ditandai dengan “gapuro” (candi pembatas). Gapuro tersebut terletak di tengah sawah yang membatasi antara hutan dan pemukiman penduduk. Setelah melewati sawah yang cukup luas, kami tiba di pemukiman penduduk. Sesampainya di sana kami langsung mencari musholla untuk melaksanakan solat Dhuhur sekaligus istirahat sejenak. Setelah istirahat, kami tidak langsung pulang melainkan berkunjung ke salah satu rumah penduduk untuk mencari informasi tentang banyak sekali pertanyaan yang ada di benakku. Seorang ibu yang menjadi responden saya itu menjelaskan bahwa desa ini bernama desa Kenteng Ngantru, kec. Nganteng, kab. Malang, ia juga menjelaskan bahwa kami tadi telah melewati Hutan Bernama “Hutan Saban Kembar” yang berada di lereng gunung Kawi tepatnya berada di desa Sekar, kec. Nganteng. Ibu itu juga menjelaskan bahwa hutan di lereng gunung Kawi tadi cukup angker dan pernah menelan korban jiwa, serta gunung kawi ini merupakan tempat mencari pesugihan. Dalam hati perasaan ku “Sangat bersyukur Alhamdulilah tidak terjadi apa-apa ketika melewati tempat itu tadi.” Temanku yang bernama Wahyu, bertanya lagi mengenai ritual di malam satu suru di puncak gunung kawi. Dia mengajak aku untuk melakukan pendakian ke gunung yang masih terlihat jelas itu besok ketika malam satu Suru untuk melihat upacara adat. Dalam hati aku berfikir “Mau cari penyakit apa melakukan pendakian ke situ” namun dengan tenang aku menjawab “Iya, tak fikir-fikir dulu.” Setalah cukup puas berbincang dengan Ibu tadi, kami berfoto sejenak dengan pemandangan gunung kawi dan bentangan sawah hijau yang sangat menawan. Selanjutnya kami malanjutkan perjalanan menuju ke Malang. Namun jalan yang kami lalui masih sama yaitu daerah pegunungan dengan pemandangan alam yang maisih tetap mengagumkan. Dalam perjalanan ini saya menemukan suatu tempat yang mirip dengan lukisan pamandangan alam yang sebelumnya aku fikir sudah tidak ada di jaman yang modern ini, namun pemandangan alam yang alamiah itu sungguh benar-benar masih ada. Perjalanan kami kali ini, di temani oleh pemandangan alam berupa sungai dan dinding gunung, sungai indah dengan suara deras bergemuruh dan bau khas air sungai berada di sebelah kiri jalan dan mengalir mengikuti jalan yang kami lalui sehingga dalam perjalanan kali ini kami di temani oleh pemandangan alam berupa sungai deras yang menurutku cocok untuk kegiatan arum jeram., sementara dinding gunung yang tinggi menjulang dan terlihat seperti dinding batu besar yang keras dan tinggi berada di sebelah kanan jalan yang juga berada di sepanjang jalan yang kami lalui di daerah itu. Dibeberapa titik kami menemukan daerah longsoran gunung yang menutupi sebagian jalan raya sehingga kami harus ekstra hati-hati melewatinya karena di sebelah kiri terdapat sungai yang deras dan cukup curam. Setelah beberapa jam kami melakukan perjalanan, kami menemukan tulisan bahwa kami telah memasuki “Kawasan Tempat Wisata Batu Malang” Kemudian setelah kami melihat tulisan tersebut, ternyata pikiran kami sama yaitu memikirkan tempat wisata “BNS (Batu Night Spectakuler)” dan kami memutuskan untuk pergi kesana karena asumsi kami, tempat itu sudah dekat. Kami terus berjalan mengikuti arus jalan di daerah itu Batu dengan hawa yang cukup dingin. Selanjutnya kami mengikuti petunjuk arah menuju ke BNS, ternyata asumsi kami salah untuk yang ke-3 kalinya yaitu BNS jaraknya ternyata cukup jauh dari perkiraan sebelumnya. Namun karena sudah terlanjur berjalan jauh, kami memutuskan untuk tetap menuju ke BNS. Sebelum tiba di BNS, kami melewati Jatim Park 2 dan kami memutuskan untuk berhenti sejenak melihat tempat wisata itu dari halamanya. Kemudin setelah kami cukup puas, kami melanjutkan perjalanan menuju ke BNS. Sesampainya di sana kami masuk kedalam dan mencoba beberapa permainan, membeli kenang-kenangan, serta berfoto ria di sana. Setelah cukup puas, kami berangkat meneruskan perjalanan ke Surabaya sekitar pukul 18.30. Semakin lama kami berjalan suasana alam yang sejuk, indah, dan melegakan hati semakin hilang. Kemacetan dan suasana panas semakin terasa, udara yang terpolusi oleh asap kendaraan motor sudah mulai tercium. Ternyata kami telah tiba di Kota Malang, beberapa jam kemudian kami telah tiba di Pasuaruan, di sini suasana macet sudah terasa dan semakin lama semakin parah. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah warung masakan padang untuk istirahat dan mengisi perut. Setelah selasai kami melanjutkan perjalanan melewati Sidoarjo, dan di Sinilah rasa capek, pusing, perut mulas, bokong rasanya seperti terbakar, dan sebagainya benar-benar memuncak, namun untungnya jalanan tidak terlalu macet sehingga tidak menambah beban perjalanan kami. Akhirnya beberapa menit kemudian kami tiba di Surabaya dengan perasaan capek, lega, dan sangat puas karena telah menemukan tempat yang benar-benar belum pernah saya lihat sebelumnya. Perjalanan yang melelahkan ini, serasa terbayar oleh pengalaman pertama yang tidak akan mungkin aku lupakan, perjalanan melewati tempat yang menurutku cukup ekstrim dan indah menawan, mulai dari perkebunan, hutan lebat, sungai deras, tebing gunung, jurang, jalanan terjal, berkelok-kelok, naik turun, dan cuaca tak menentu yang membuat baju kami basah kemudian kering lagi, basah, lagi, kering lagi begitu seterusnya sampai 4 kali. Sungguh pengalaman ini menurutku sangat luar biasa yang menjawab beberapa anganku mengenai alam ciptaan Tuhan yang sungguh luar biasa dan aku masih sangat ingin menjelajah alam lebih jauh lagi.