Hari ini, Minggu 8 April 2012 aku
melakukan perjalanan selama 12 jam dalam rangka mendapatkan suasana baru
tentang alam. Perjalanan ini saya mulai dari Blitar dan berakhir di Surabaya.
Perjalanan ini merupakan pengalaman pertama sekaligus terunik dan terekstrim bagiku.
Aku berangkat dari desaku (desa Ringinanyar, kec. Ponggok, kab. Blitar) pukul
10 pagi dengan mengendarai sepedah motor bersama teman saya. Awalnya perjalanan
kami ini bertujuan untuk kembali ke Surabaya setelah 3 hari kami berada di desa
karena hari liburan kuliah. Sebelum barangkat, teman saya meminta saya untuk
berangkat lewat Malang karena jika lewat Pare sudah biasa dan pemandangannya
hanya itu-itu saja. Saya menyetujuinya dan kami pun berangkat melewati jalur
yang beda. Pada tahap awal kami berangkat melewati hutan Maliran kec. Ponggok,
kab. Blitar dan tembus ke kota Blitar tepatnya melewati Waterpark Sumber Udel.
Dari sini saya lurus ke timur melewati stadion kota Blitar dan menuju ke jalan
yang menuju Makam Bung Karno. Kemudian saya sok tahu bahwa jalan ke Malang dari
makam Bung Karno itu lurus ke Timur. Selanjutnya saya melihat petunjuk arah
yang bertuliskan “Candi Penataran / Malang” yang menunjuk ke arah timur. Dari
sini asumsi saya bahwa perjalanan ke Malang itu bisa di tempuh melewati depan Candi
Penataran. Selanjutnya saya terus mengikuti petunjuk arah yang menuju ke Candi
Penataran. Sesampainya di lokasi Candi Penataran, saya bertanya ke petugas
penjaga pintu masuk mengenai jalan menuju ke Malang, Ternyata bapak itu
menjawab bahwa seharusnya saya belok ke Selatan ketika melewati lampu merah
yang kira-kira jaraknya 10 km dari tempat itu. Kemudian saya puter balik dan
mencri lampu merah yang di maksut tersebut. Karena sudah merasa berjalan jauh
namun tidak menemukan lampu itu, saya berfikir bahwa belokan apapun yang menuju
ke Selatan pasti akan menuju ke jalan besar yang menghubungkan ke jalan raya
Blitar-Malang, dan karena asumsi saya itu, saya belok ke arah selatan melewati
sebuah jalan yang sebenarnya bukan yang dimaksut oleh bapak penjaga pintu masuk
Candi Penataran itu tadi. Saya terus malaju kearah Selatan, melewati sawah,
sungai lahar, bukit, kemudian sawah lagi, jalan terjal, jalan halus, kembali ke
pemukiman warga, selanjutnya ke sawah-sawah lagi, dan begitu seterusnya sampai
saya sadar telah menempuh jalan yang begitu jauh namun belum menemukan jalan
raya yang saya maksut. Kami terus mengikuti arus jalan dengan hanya menggunakan
perkiraan (insting) dan terus berjalan dan malaju hingga jauh. Setelah itu kami
sadar bahwa kami telah tersesat jauh, namun kami akan tetap berjalan mengikuti
arus jalan sampai menemukan jalan lain menuju ke Malang tanpa harus melewati
jalan yang normal (jalan utama). Kemudian setelah beberapa jam kami melakukan
perjalanan, sampailah kami pada suatu perkebunan yang menyuguhkan pemandangan
indah dan udara sejuk. Kemudian kami berhenti sejenak untuk berfoto di tempat
yang sangat indah itu. Setelah berfoto kami melihat seorang penjaga kebun yang
sedang melintas dan saya bertanya apa nama kebun ini? ini di daerah mana? dan
dimanakah jalan menuju Malang? Kemudian bapak itu menjawab ini adalah
perkebunan Bantaran, Kencong, Kec. Wlingi, Kab. Blitar, dan selanjutnya bapak
itu memberikan rambu-rambu jalan menuju kota Malang. Setelah bertanya-tanya,
kami tidak langsung pulang melainkan masih menikmati keindahan alam perkebunan
dan yang tidak boleh ketinggalan adalah berfoto ria di sana. Setelah cukup
puas, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang kami lewati jauh
diluar dugaan kami sebelumnya. Jalanya berkelok-kelok terjal dan berbatu namun
pemandangan alamnya sungguh menakjubkan. Beberapa menit kemudian hujan turun
lebat sekali, dan kami masih berada di kawasan pegunungan yang berkelok-kelok
dan masih jarang menemui rumah pendududuk. Namun setelah cukup basah beberapa
waktu kemudian kami menemukan rumah penduduk dan kami memutuskan untuk langsung
berteduh di rumah itu. Kemudian setelah kami berada diteras rumah itu, pemilik
rumahnya keluar dan menemui kami. Ibu pemilik rumah itu sangat ramah dan baik,
kemudian menyuruh kami untuk masuk ke rumahnya. Setelah itu kami bertanya
tentang desa ini. Ternyata desa ini bernama desa Sumbersari, kab. Malang,
namun nama kecamatannya saya lupa.
Setelah hujan cukup reda, kami berpamitan dan melanjutkan perjalanan melewati
jalan berkelok-kelok dengan pemandangan sawah berundak-undak (sengkedan) +
gunung dan sungai yang sangat indah luar biasa. Setelah melakukan perjalanan
cukup lama jalan yang kami ikuti menuju ke sebuah hutan lebat. Sebenarnya saya
takut untuk memasuki hutan tersebut namun teman saya tetap memaksa ingin menikmati
suasana hutan yang lebat dan akhirnya kami memutuskan untuk lewat jalan itu. Setelah
masuk kedalam hutan, kami disuguhkan pemandangan yang “Subhanallah” sangat luar
biasa indah sekali, tercium bau tumbuh-tumbuhan yang sangat alami, segar, dan
juga suara khas hutan yaitu terdengar suara jangkrik, dan hewan-hewan / seranga
lainnya, dan di kanan kiri terlihat tumbuhan besar-besar dan juga pohon pinus
dan pohon-pohon lainyanya yang cukup lebat. Jalan yang kami tempuh di dalam
hutan itu sangat berkelok-kelok (belokan tajam) dan di beberapa titik terdapat
jurang yang sangat dalam. Selain berkelok-kelok, jalanya juga naik turun dengan
tanjakan yang sangat tajam, karena itu, kami melewati jalan itu dengan
hati-hati sambil menikmati keindahan alam yang di suguhkan. Ketika berada di
hutan ini, dalam hati aku kepingin banget berfotoria di sana, namun sepertinya
cuaca dan situasinya kurang mendukung sehingga saya tidak berani berhenti untuk
berfoto dengan keindahan hutan yang sangat menakjubkan. Di dalam hutan ini,
kami mengalami kejadian cuaca yang aneh (menurut saya cukup ekstrim) yaitu
sesekali hujan lebat, kemudian terang kembali, hujan lebat lagi, dan begitu
seterusnya. Namun, menurut teman saya yang saya bonceng itu, kejadian alam di
daerah pegunungan seperti itu sudah biasa dan wajar terjadi karena ia sudah
sering mengalaminya ketika melakukan penjelajahan. Setelah itu, sekitar pukul
14.00 kami keluar dari hutan itu yang ditandai dengan “gapuro” (candi
pembatas). Gapuro tersebut terletak di tengah sawah yang membatasi antara hutan
dan pemukiman penduduk. Setelah melewati sawah yang cukup luas, kami tiba di
pemukiman penduduk. Sesampainya di sana kami langsung mencari musholla untuk
melaksanakan solat Dhuhur sekaligus istirahat sejenak. Setelah istirahat, kami
tidak langsung pulang melainkan berkunjung ke salah satu rumah penduduk untuk
mencari informasi tentang banyak sekali pertanyaan yang ada di benakku. Seorang
ibu yang menjadi responden saya itu menjelaskan bahwa desa ini bernama desa
Kenteng Ngantru, kec. Nganteng, kab. Malang, ia juga menjelaskan bahwa kami tadi
telah melewati Hutan Bernama “Hutan Saban Kembar” yang berada di lereng gunung
Kawi tepatnya berada di desa Sekar, kec. Nganteng. Ibu itu juga menjelaskan
bahwa hutan di lereng gunung Kawi tadi cukup angker dan pernah menelan korban
jiwa, serta gunung kawi ini merupakan tempat mencari pesugihan. Dalam hati
perasaan ku “Sangat bersyukur Alhamdulilah tidak terjadi apa-apa ketika
melewati tempat itu tadi.” Temanku yang bernama Wahyu, bertanya lagi mengenai
ritual di malam satu suru di puncak gunung kawi. Dia mengajak aku untuk
melakukan pendakian ke gunung yang masih terlihat jelas itu besok ketika malam
satu Suru untuk melihat upacara adat. Dalam hati aku berfikir “Mau cari
penyakit apa melakukan pendakian ke situ” namun dengan tenang aku menjawab
“Iya, tak fikir-fikir dulu.” Setalah cukup puas berbincang dengan Ibu tadi,
kami berfoto sejenak dengan pemandangan gunung kawi dan bentangan sawah hijau
yang sangat menawan. Selanjutnya kami malanjutkan perjalanan menuju ke Malang.
Namun jalan yang kami lalui masih sama yaitu daerah pegunungan dengan
pemandangan alam yang maisih tetap mengagumkan. Dalam perjalanan ini saya
menemukan suatu tempat yang mirip dengan lukisan pamandangan alam yang
sebelumnya aku fikir sudah tidak ada di jaman yang modern ini, namun pemandangan
alam yang alamiah itu sungguh benar-benar masih ada. Perjalanan kami kali ini, di
temani oleh pemandangan alam berupa sungai dan dinding gunung, sungai indah
dengan suara deras bergemuruh dan bau khas air sungai berada di sebelah kiri
jalan dan mengalir mengikuti jalan yang kami lalui sehingga dalam perjalanan
kali ini kami di temani oleh pemandangan alam berupa sungai deras yang
menurutku cocok untuk kegiatan arum jeram., sementara dinding gunung yang
tinggi menjulang dan terlihat seperti dinding batu besar yang keras dan tinggi berada
di sebelah kanan jalan yang juga berada di sepanjang jalan yang kami lalui di
daerah itu. Dibeberapa titik kami menemukan daerah longsoran gunung yang
menutupi sebagian jalan raya sehingga kami harus ekstra hati-hati melewatinya
karena di sebelah kiri terdapat sungai yang deras dan cukup curam. Setelah
beberapa jam kami melakukan perjalanan, kami menemukan tulisan bahwa kami telah
memasuki “Kawasan Tempat Wisata Batu Malang” Kemudian setelah kami melihat
tulisan tersebut, ternyata pikiran kami sama yaitu memikirkan tempat wisata
“BNS (Batu Night Spectakuler)” dan kami memutuskan untuk pergi kesana karena
asumsi kami, tempat itu sudah dekat. Kami terus berjalan mengikuti arus jalan
di daerah itu Batu dengan hawa yang cukup dingin. Selanjutnya kami mengikuti
petunjuk arah menuju ke BNS, ternyata asumsi kami salah untuk yang ke-3 kalinya
yaitu BNS jaraknya ternyata cukup jauh dari perkiraan sebelumnya. Namun karena
sudah terlanjur berjalan jauh, kami memutuskan untuk tetap menuju ke BNS.
Sebelum tiba di BNS, kami melewati Jatim Park 2 dan kami memutuskan untuk
berhenti sejenak melihat tempat wisata itu dari halamanya. Kemudin setelah kami
cukup puas, kami melanjutkan perjalanan menuju ke BNS. Sesampainya di sana kami
masuk kedalam dan mencoba beberapa permainan, membeli kenang-kenangan, serta
berfoto ria di sana. Setelah cukup puas, kami berangkat meneruskan perjalanan
ke Surabaya sekitar pukul 18.30. Semakin lama kami berjalan suasana alam yang
sejuk, indah, dan melegakan hati semakin hilang. Kemacetan dan suasana panas
semakin terasa, udara yang terpolusi oleh asap kendaraan motor sudah mulai
tercium. Ternyata kami telah tiba di Kota Malang, beberapa jam kemudian kami
telah tiba di Pasuaruan, di sini suasana macet sudah terasa dan semakin lama
semakin parah. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah warung
masakan padang untuk istirahat dan mengisi perut. Setelah selasai kami
melanjutkan perjalanan melewati Sidoarjo, dan di Sinilah rasa capek, pusing,
perut mulas, bokong rasanya seperti terbakar, dan sebagainya benar-benar
memuncak, namun untungnya jalanan tidak terlalu macet sehingga tidak menambah
beban perjalanan kami. Akhirnya beberapa menit kemudian kami tiba di Surabaya dengan
perasaan capek, lega, dan sangat puas karena telah menemukan tempat yang
benar-benar belum pernah saya lihat sebelumnya. Perjalanan yang melelahkan ini,
serasa terbayar oleh pengalaman pertama yang tidak akan mungkin aku lupakan,
perjalanan melewati tempat yang menurutku cukup ekstrim dan indah menawan,
mulai dari perkebunan, hutan lebat, sungai deras, tebing gunung, jurang,
jalanan terjal, berkelok-kelok, naik turun, dan cuaca tak menentu yang membuat
baju kami basah kemudian kering lagi, basah, lagi, kering lagi begitu
seterusnya sampai 4 kali. Sungguh pengalaman ini menurutku sangat luar biasa
yang menjawab beberapa anganku mengenai alam ciptaan Tuhan yang sungguh luar
biasa dan aku masih sangat ingin menjelajah alam lebih jauh lagi.