KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “GENDER DAN KAJIAN TENTANG PEREMPUAN” tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata,
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin
Surabaya, 19 Desember 2011
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Isu
tentang gender menjadi bahan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam
wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam
pembicaraan pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan beberapa waktu terakhir
ini banyak media yang membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan
ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan, ketidakadilan dan
diskriminasi tersebut terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat
nasional negara, agama, sosial, budaya,
ekonomi, bahkan sampai tingkat rumah tangga. Oleh karena itu dalam kesempatan
kali ini kami akan mengkaji masalah gender dan kajian tentang perempuan.
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana
teori-teori tentang gender dan kajian perempuan?
·
Adakah
ketimpangan dan kesetaraan gender di lingkungan sekitar?
·
Siapakah
yang mengemukakan ada atau tidak ada ketimpangan sosial di lingkungan sekitar?
·
Bagaimana
bentuk ketimpangan (ketidakadilan) gender di lingkungan sekitar?
·
Kapan
masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat kodrati dan bukan kodrati?
·
Apa
sajakah ciri-ciri ketimpangan gender dan ketidak adilan gender di lingkungan
sekitar sekitar?
·
Apa
sajakah akibat yang terjadi dari ketidakadilan gender di lingkungan sekitar?
·
Apa
sajakah faktor pendorong dan penghambat terjadinya keadilan gender di
lingkungan sekitar?
C.
Batasan Masalah
·
Teori-teori
tentang gender dan kajian perempuan
·
Ada atau
tidaknya ketimpangan dan kesetaraan gender di lingkungan sekitar
·
Pengemuka
ada atau tidaknya ketimpangan sosial di lingkungan sekitar
·
Bentuk
ketimpangan (ketidakadilan) gender di lingkungan sekitar
·
Saat
masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat kodrati dan bukan kodrati
·
Ciri-ciri
ketimpangan gender dan ketidak adilan gender di lingkungan sekitar sekitar
·
Akibat
terjadinya ketidakadilan gender di lingkungan sekitar
·
Faktor
pendorong dan penghambat terjadinya keadilan gender di lingkungan sekitar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori-teori Tentang Gender dan Kajian Perempuan
1. PENGERTIAN GENDER
Pengertian gender menurut para ahli, antara
lain :
·
Gender adalah peran sosial dimana peran
laki-laki dan peran
perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).
perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).
·
Gender adalah perbedaan status dan peran antara
perempuan dan lakilaki
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang
berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang
berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).
·
Gender
adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
·
Gender adalah jenis kelamin sosial atau
konotasi masyarakat untuk
menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris,
2004).
menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris,
2004).
Jadi, dapat
ditarik kesimpulan bahwa gender adalah: suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Kelompok
atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan
perempuan.
2. PERBEDAAN GENDER DAN JENIS KELAMIN
Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial
oleh Ann Oakley (1972 , dalam Fakih , 1997 ) , dan sejak saat itu menurutnya
gender lantas dianggap sebagai alat analisis yang baik untuk memahami persoalan
diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum .
Gender berbeda
dengan jenis kelamin (seks) . Seks adalah pembagian jenis kelamin yang
ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu . Oleh
karena itu , konsep jenis kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan
perempuan berdasarkan unsure biologis dan anatomi tubuh. Sedangkan gender
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan laki-laki dan
perempuan secara sosial yang dibentuk secara kultural . Gender adalah konsep
yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan . Pembedaan
fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena
keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat , melainkan dibedakan melalui
kedudukan , fungsi , dan peran masing-masing dalam berbagai macam kehidupan dan
pembangunan. Diantara perbedaan seks dan gender adalah sebagai berikut:
Perbedaan Gender dan Seks
GENDER SEKS JENIS
KELAMIN
Bisa berubah Tidak bisa berubah
Dapat dipertukarkan Tidak dapat dipertukarkan
Tergantung musim Berlaku
sepanjang masa
Tergantung budaya masingmasing Berlaku di mana saja
Bukan kodrat (buatan masyarakat). Kodrat (ciptaan Tuhan): perempuan menstruasi,hamil,melahirkan,menyusui
Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau
rekayasa manusia , dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis
dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat , budaya , agama , sistem nilai
dari bangsa , masyarakat , dan suku bangsa tertentu . Selain itu , gender dapat berubah karena perjalanan sejarah ,
perubahan politik , ekonomi dan sosial budaya. DEngan demikian , gender tidak
bersifat universal melainkan bersifat situasional masyarakatnya. Oleh karena
itu , tidak terjadi kerancuan dan pemutar balikan makna tentang apa yang
disebut jenis kelamin dan gender.
3.
KONSEKUENSI DAN LAHIRNYA KETIDAKADILAN GENDER
•
Gender dan Marginalisasi Perempuan
Bentuk
ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah suatu
proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu (dalam hal ini perempuan)
disebabkan oleh perbedaan gender.
•
Gender dan Subordinasi
Pandangan
gender ternyata tidak saja berakibat terjadinya marginalisasi, akan tetapi juga
mengakibatkan terjadinya subordinasi terhadap perempuan. Adanya anggapan dalam
masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irrasional dalam berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai
pemimpin (sebagai pengambil keputusan), maka akibatnya perempuan ditempatkan
pada posisi yang tidak penting dan tidak strategis (second person).
•
Gender dan Stereotipe
Stereotipe
adalah pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak
lain dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotipi yang dikenalkan dalam
bahasan ini adalah stereotipi yang bersumber pada pandangan gender. Karena itu
banyak bentuk ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang kebanyakan adalah
perempuan yang bersumber pada stereotipi yang melekatnya.
•
Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault)
baik terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan
terhadap manusia bisa terja di karena
berbagai macam sumber, salah satunya adalah kekerasan yang bersumber pada
anggapan gender. Kekerasan semacam itu disebut “gender-related violence”
yang pada dasarnya terjadi karena adanya ketidaksetaraan kekuatan atau
kekuasaan dalam masyarakat.
•
Gender dan Beban Kerja
Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa kaum perempuan bersifat memelihara,
rajin, dan tidak cocok menjadi kepala keluarga, maka akibatnya semua pekerjaan
domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Oleh karena itu beban kerja perempuan menjadi berat dan alokasi waktu
yang lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangga; mulai dari
mengepel lantai, memasak, dan merawat anak dan sebagainya.
4. TEORI YANG MELAHIRKAN FAHAM FEMINISME
•
Teori
fungsionalisme
Teori/Aliran fungsionalisme struktural atau
sering disebut aliran fungsionalisme, adalah aliran arus utama (mainstream)
dalam ilmu social yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons.
Teori ini tidak secara langsung menyinggung persoalan perempuan. Tetapi,
menurut penganut aliran ini, masyarakat
adalah suatu system yang terdiri atas bagian, dan saling berkaitan (agama,
pendidikan, struktur politik sampai keluarga) dan masing-masing bagian selalu
berusaha untuk mencapai keseimbangan (equilibrium) dan keharmonisan, sehingga dapat menjelaskan posisi kaum
perempuan. Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang
struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling
terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda.
Perbedaan fungsi tersebut justru diperlukan
untuk saling melengkapi sehingga terwujud suatu system yang seimbang. Konsep gender, menurut teori structural
fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi masing-masing (laki-laki
dan perempuan) secara dikhotomi agar tercipta suatu keharmonisan Menurut penganut teori ini, masyarakat
berubah secara evolusioner, sehingga
konflik dalam masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi social
dan keseimbangan. Teori ini memandang harmoni dan integrasi sebagai fungsional,
bernilai tinggi, dan harus ditegakkan, sedangkan konflik mesti dihindarkan.
Jadi, teori ini menentang setiap upaya yang akan menggoncang status quo,
termasuk yang terkait dengan hubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang selama ini.
Akibatnya feminisme tidak mendapat tempat pada
kaum perempuan, bahkan ditolak oleh masyarakat.
•
Menurut kaum
feminis
Feminisme
bukan merupakan suatu pemikiran dan gerakan yang berdiri sendiri, akan
tetapi meliputi berbagai ideology, paradigma serta teori yang dipakainya.
Meskipun gerakan feminisme berasal dari analisis dan ideology yang berbeda tapi
mempunyai kesamaan tujuan yaitu kepedulian memperjuangkan nasib perempuan.
Sebab gerakan ini berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan ditindas,
dieksploitasi dan berusaha untuk menghari penindasan dan eksploitasi.
•
Aliran
feminis liberal
Aliran ini dipengaruhi oleh teori structural
fungsionalisme, Muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang
pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta
kebebasan individu, akan tetapi pada saat yang sama dianggap
mendiskriminasi kaum perempuan. Dalam mendefinisikan masalah kaum perempuan,
aliran ini tidak melihat struktur dan system sebagai pokok permasalahan.
Asumsi dasar
feminisme liberal adalah bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality)
berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.
Dalam memperjuangkan persoalan masyarakat,
menurut kerangka kerja feminis liberal, tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama” bagi setiap individu,
termasuk di dalamnya kaum perempuan. Feminisme
liberal tidak pernah mempersoalkan terjadinya diskriminasi sebagai akibat dari
ideology patriarki.
•
Paradigma/teori
Konflik
Lahir sebagai reaksi terhadap teori struktural
fungsional. Teori ini percaya bahwa
setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan (interest) dan kekuasaan
(power) yang merupakan sentral dari setiap hubungan social termasuk
hubungan laki-laki dan perempuan. Bagi penganut aliran konflik, gagasan dan nilai-nilai selalu dipergunakan
sebagai alat untuk menguasai dan melegitimasi kekuasaan, tidak terkecuali
hubungan antara laki-laki dan perempuan.
5. Aliran feminis
yang dikategorikan dalam teori konflik ini adalah:
1. Feminisme Radikal.
Aliran ini justru muncul sebagai kultur sexism
atau diskriminasi social berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun
60-an, Aliran ini sangat penting dalam
melawan kekerasan seksual dan pornografi.
Sejumlah penganut
feminis radikal, menyebutkan ada dua system kelas sosial
pertama, system
kelas ekonomi yang didasarkan pada
hubungan produksi
kedua, system kelas
seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem kedua inilah yang menyebabkan penindasan pada
perempuan.
Para penganut feminisme radikal tidak melihat
adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual atau
biologis, sehingga analisis tentang penyebab penindasan terhadap kaum perempuan
oleh laki-laki, terletak pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta
ideology patriarkinya.
Dengan demikian “kaum laki-laki” secara
biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan.
Menurut penganut aliran feminis radikal,
patriarki adalah sumber penindasan yang
merupakan system hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior
dan privilege ekonomi
2. Feminisme Marxis
Aliran feminis Marxis ini, mengkritik aliran feminis Liberal.
Ø Analisis yang dilakukan feminis liberal disebut
sebagai ahistoris, karena menganggap patriarki sebagai hal yang universal dan
merupakan akar dari segala penindasan.
Ø Dalam melakukan analisis hubungan antara
laki-laki dan perempuan, tidak
menggunakan kerangka teori kelas secara serius, sehingga sering dianggap
membingungkan.
Ø Karena itu hubungan gender direduksi pada
perbedaan kodrati yang bersumber dari biologi.
Feminisme Marxis, juga menolak keyakinan kaum feminisme radikal yang
menyatakan biologi sebagai dasar pembedaan gender.
à Menurut Aliran Feminisme Marxis, penindasan
perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi.
à Persoalan perempuan selalu diletakkan dalam
kerangka kritik atas kapitalisme.
à Karl Marx dalam teorinya sendiri tidak banyak
menjelaskan tentang posisi kaum perempuan dalam perubahan social.
à Menurut Marx, hubungan antara suami dan istri
serupa dengan hubungan antara proletar dan borjuis, serta tingkat kemajuan
masyarakat dapat diukur dari status perempuannya.
Menurut penganut feminisme Marxis, penindasan
perempuan merupakan kelanjutan dari eksploitatif yang bersifat structural.
Aliran ini, tidak menganggap patriarki ataupun kaum laki-laki sebagai
permasalahan, akan tetapi justru system kapitalisme yang menjadi penyebabnya.
Dari perspektif ini, maka emansipasi
perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti
mengurus rumah tangga.
3.
Feminisme Sosialis
•
Feminis
sosialis mulai dikenal tahun 1970-an.
•
Menurut Mitchel, politik penindasan sebagai suatu
konsekuensi baik penindasan kelas maupun penindasan patriarkis.
•
Penganut aliran
ini, menerima dan menggunakan prinsip dasar
Marxisme dan memperluasnya dengan bidang yang selama ini diabaikan oleh
teori Marxis konvensional, dengan menggabungkan feminis radikal dan feminis
Marxis.
•
Menurut banyak
kalangan terutama pengikut gerakan perempuan, aliran ini dianggap lebih
memiliki harapan, karena analisis yang ditawarkan lebih dapat diterapkan.
•
Lanjutan Feminisme Sosial
•
Bagi feminisme
sosialis, penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahkan revolusi
sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan.
•
Asumsi
femisnisme sosialis adalah hidup dalam masyarakat yang kapitalis bukan
satu-satunya penyebab keterbelakangan perempuan sebagai perempuan
•
Feminis
sosialis menolak visi Marxis yang meletakkan eksploitasi ekonomi sebagai dasar
penindasan gender.
•
Sebaliknya,
feminisme tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. à analisis
patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas.
à Dengan
demikian kritik terhadap eksploitasi kelas dari system kapitalisme harus
dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketiadakadilan gender yang
mengakibatkan dominasi, subordinasi dan marginalisasi atas kaum perempuan.
2.
Ada atau tidaknya ketimpangan perbedaan gender
pada masyarakat Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik
Pada
masyarakat Desa Leran Kab Gresik terdapat bentuk ketimpangan (perbedaan) gender
yang signifikan tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan. Bentuk ketimpangan
tersebut dapat dilihat dari perbedaan perlakuan antara satri laki-laki dan
santri perempuan dalam berbagai bentuk, seperti dalam hal kesempatan memperoleh
pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
3.
Pengemuka ada atau tidaknya ketimpangan sosial
di Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik
Seseorang
yang telah mengemukakan adanya ketimpangan sosial di Desa Leran, Kec.Manyar,
Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Laggar Wetan yaitu salah satu
santriwati Pondok Pesantren Langgar Wetan yang bernama Himatul Rohiliyah. Dia
termasuk kalangan strata atas karena termasuk anak orang kaya di desa tersebut
dan juga masih mempunyai hubungan darah dengan kyai pondok pesantren itu. Saat
ini ia menempuh pendidikan di Universitas Negeri Surabaya. Dia ingin sekali
mengejar cita-citanya menjadi seorang guru sehingga dia mengabaikan
aturan-aturan di Pondok pesantren tersebut dalam hal pendidikan dan pekerjaan
yang lebih cenderung dikhususkan untuk pihak laki-laki. Alumni santriwati
Pondok Pesantren Langgar Wetan ini sekarang berumur 18 tahun dan merupakan
keturunan Suku Jawa asli.
4.
Bentuk ketimpangan (ketidakadilan) gender di
lingkungan sekitar
Contoh
konkret bentuk ketimpangan sosial yang terjadi di Desa Leran, Kec.Manyar,
Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan yaitu yang pertama dalam
hal kesempatan memperoleh pendidikan antara santri laki-laki dan santri
perempuan. Santri laki-laki diperbolehkan untuk memperoleh pendidikan sampai
perguruan tinggi, semetara santri perempuan hanya diperbolehkan sekolah sampai
jenjang SD. Dari sini sangat jelas dalam hal memperoleh pendidikan antara
perempuan dan laki-laki terdapat sebuah perbedaan yang sangat signifikan sampai
saat ini.
Selain
dalam hal pendidikan , dalam memperoleh pekerjaan pun antara santri laki-laki
dan perempuan sangat dibedakan. Laki-laki diwajibkan bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup seuruh anggota keluarga. Semetara itu, perempuan hanya
diperbolehkan menjadi ibu rumah tangga saja untuk melayani suami, mengurus anak
dan dibebankan pada pekerjaan rumah tangga.
5.
Saat masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang
bersifat kodrati dan bukan kodrati
Masyarakat Desa Lehren, Kec. Manyar, Kab.
Gresik menyebut hal-hal yang bersifat kodrati yaitu ketika mereka membedakan
antara laki-laki dan perempuan dari sifat ciri fisik aslinya (alami) yang
melekat pada seseorang sebagai pemberian Tuhan YME yang tidak bisa berubah.
Contohnya seperti tugas seorang perempuan untuk mengandung dan melahirkan anak
yang tidak bisa digantikan perannya oleh seorang laki-laki.
Masyarakat Desa Leren juga menyebut hal-hal
yang bersifat non-kodrati yaitu ketika mereka membedakan antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari perilakunya sehari-hari yang dilakukan secara umum dan
diajarkan melalui proses sosialisasi namun peran tersebut masih dapat
digantikan. Contohnya seperti memasak, mencuci piring, mengurus anak, dsb yang
secara umum dilakukan oleh pihak perempuan namun peran tersesebut dapat
digantikan oleh pihak laki-laki. Sebaliknya bekerja/mencari nafkah yang pada
umumnya dilakukan oleh pihak laki-laki namun hal tersebut dapat digantikan oleh
pihak perempuan dan sekarang ini sudah banyak dilakukan dan merupakan suatu hal
yang umum.
6.
Ciri-ciri ketimpangan gender dan ketidak adilan
gender di lingkungan sekitar
Pada
masyarakat Desa Leren, terdapat ketidak adilan gender terutama pada Pondok
Pesantren Langgar Wetan. Ciri-ciri yang terdapat pada lingkungan tersebut yaitu
:
1.
Adanya
nilai dari agama Islam yang berlaku pada masyarakat tentang perbedaaan peran
antara laki-laki dan perempuan. Yaitu peran laki-lagi sebagai pencari nafkah
sementara perempuan bertugas mengurus keperluan rumah tangga
2.
Adanya
anggapan bahwa perempuan lebih lemah dari pada laki-laki
3.
Adanya
anggapan bahwa laki-laki lebih cekatan dalam bekerja dan menggambil keputusan
4.
Adanya
anggapan bahwa laki-laki tidak layak bekerja di dapur, karena disini laki-laki
dianggap tingkatannya lebih tinggi dari pada perempuan
7.
Akibat terjadinya ketidakadilan gender di
lingkungan sekitar
Akibat
yang terjadi akibat adanya ketidakadilan gender di Desa Leran, Kec.Manyar,
Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan yaitu:
1.
Wanita
sulit berkembang dan sulit mengekspresikan pendapat-pendapatnya sehimgga
ide-ide inovatif dan kreatif dari kaum perempuan tidak dapat dikeluarkan untuk
memajukan dirinya dan lingkungan sekitarnya
2.
Wanita
sulit menggapai cita-citanya karena adanya batasan bagi mereka dalam hal
memperoleh pendidikan
3.
Wanita
tidak diijinkan bekerja sehingga tidak dapat meningkatkan penghasilan keluarga
dan tidak dapat meningkatkan taraf hidup dirinya dan keluarganya
4.
Adanya
diskriminasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang terkadang menyakiti
hati kaum perempuan. Seperti larangan keluar rumah dan berinteraksi dengan
orang lain tanpa seijin suami, minimnya kesempatan istri dalam mengambil
keputusan untuk keluarganya karena harus dengan ijin dan persetujuan suami, dan
suami yang diperbolehkan menikah lebih dari satu istri yang terkadang tidak
adil dalam memperlakukan istri-istrinya.
5.
Terkadang
terdapat kekerasan dalam rumah tangga di desa Leren karena adanya seorang istri
yang dalam mengambil keputusan tidak ijin suami terlebih dahulu.
8.
Faktor pendorong dan penghambat terjadinya
keadilan gender di lingkungan sekitar
Faktor
penghambat keadilan atau kesetaraan gender di Desa Leran, Kec.Manyar,
Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Laggar Wetan diantaranya yaitu:
a.
Adanya
nilai agama yang dijunjung tinggi dalam masyarakat yang membedakan antara peran
laki-laki dan perempuan
b.
Adanya
anggapan (nilai-nilai dalam masyarakat) bahwa laki-laki lebih tangguh, kuat,
rasional, tidak emosional, mudah mengambil keputusan, dan cekatan
c.
Kurangnya
kesadaran pihak laki-laki dan juga perempuan tentang kesetaraan peran yang
seharusnya mereka miliki dan berlaku umum. Sebab pada hakikatnya semua kegiatan
yang bersifat non-kodrati dapat dilakukan oleh semua jenis kelamin.
Faktor pendorong keadilan atau kesetaraan gender yaitu adanya teknologi
informasi yang semakin canggih dan modern sehingga memudahkan informasi masuk
ke desa Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik dan menumbuh kembangkan pikiran
masyarakat tentang adanya kesetaraan gender diantara mereka. Adanya kesadaran
akan pentingnya pendidikan diantara kaum perempuan sehingga mereka berusaha
menentang nilai pada masyarakat tentang larangan kaum perempuan dalam
memperoleh kesempatan belajar dan saat ini sudah mulai terdapat kaum perempuan
dari desa ini yang melanjutkan pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi.
Dengan mulai berkembangnya pendidikan, kesempatan memperoleh pekerjaan pun
sudah mulai terlihat di desa Leren. Sebagai bukti adanya warga desa perempuan
di desa ini yng bekerja sebagai guru atau dosen.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gender merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan
secara sosial. Kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang
ada pada laki-laki dan perempuan. Sementara jenis kelamin merupakan suatu hal yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari sifat ciri fisik aslinya (alami)
yang melekat pada seseorang sebagai pemberian Tuhan YME yang tidak bisa berubah.
Dan sekarang ini masih banyak di masyarakat terutama di Desa Leran, Kec. Manyar,
Kab. Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan yang kami identifikasi.
Perbedaan jenis kelamin tersebut sangat
berpengaruh terhadap gender yang dalam hal ini cukup merugikan kaum perempuan
karena adanya diskriminasi gender yang cukup tajam.
B. Saran
Dengan
adanya perbedaan jenis kelamin yang secara alami sudah ada dalam diri seseorang
sebagai pemberian Tuhan YME yang tidak dapat ditawar lagi. Kita sebagai mahkluk
sosial yang demokratis dan saling membutuhkan harus saling menghormati dan
menghargai semua orang tanpa memandang gender. Karena pada hakikatnya semua
gender mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia sehingga harus
mempunyai kesempatan yang sama pula dalam semua hal yang bersifat non-kodrati.
Agar kemanpuan yang dimiliki tersebut dapat diekspresikan dengan maksimal untuk
memperbaiki atau meningkatkan mutu dan taraf hidup individu itu sendiri,
keluarga, dan lingkungan sekitar.
REFERENSI
- Subakti, A. Ramlan dkk. 2011 Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Prenada Media Group
- http://id.shvoong.com/society-and-news/gender/2220358-pengertian-gender-menurut-para-ahli/
- http://www.scribd.com/doc/15564947/Ketimpangan-Gender-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar