Senin, 05 Maret 2012

Makalah " Gender dan Kajian Tentang Perempuan "



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “GENDER DAN KAJIAN TENTANG PEREMPUAN” tepat pada waktunya.
 Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
   Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin

                                                                        Surabaya,  19  Desember 2011
                                                                                          PENYUSUN





BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Isu tentang gender menjadi bahan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam pembicaraan pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan beberapa waktu terakhir ini banyak media yang membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan, ketidakadilan dan diskriminasi tersebut terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat nasional negara, agama,  sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkat rumah tangga. Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini kami akan mengkaji masalah gender dan kajian tentang perempuan.

B.   Rumusan Masalah
·         Bagaimana teori-teori tentang gender dan kajian perempuan?
·         Adakah ketimpangan dan kesetaraan gender di lingkungan sekitar?
·         Siapakah yang mengemukakan ada atau tidak ada ketimpangan sosial di lingkungan sekitar?
·         Bagaimana bentuk ketimpangan (ketidakadilan) gender di lingkungan sekitar?
·         Kapan masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat kodrati dan bukan kodrati?
·         Apa sajakah ciri-ciri ketimpangan gender dan ketidak adilan gender di lingkungan sekitar sekitar?
·         Apa sajakah akibat yang terjadi dari ketidakadilan gender di lingkungan sekitar?
·         Apa sajakah faktor pendorong dan penghambat terjadinya keadilan gender di lingkungan sekitar?

C.   Batasan Masalah
·         Teori-teori tentang gender dan kajian perempuan
·         Ada atau tidaknya ketimpangan dan kesetaraan gender di lingkungan sekitar
·         Pengemuka ada atau tidaknya ketimpangan sosial di lingkungan sekitar
·         Bentuk ketimpangan (ketidakadilan) gender di lingkungan sekitar
·         Saat masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat kodrati dan bukan kodrati
·         Ciri-ciri ketimpangan gender dan ketidak adilan gender di lingkungan sekitar sekitar
·         Akibat terjadinya ketidakadilan gender di lingkungan sekitar
·         Faktor pendorong dan penghambat terjadinya keadilan gender di lingkungan sekitar





BAB II
PEMBAHASAN

     A.   Teori-teori Tentang Gender dan Kajian Perempuan
1. PENGERTIAN GENDER
Pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
·      Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran
perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).
·      Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan lakilaki
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang
berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).
·       Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
·      Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk
menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris,
2004).
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah: suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.

2. PERBEDAAN GENDER DAN JENIS KELAMIN
Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh Ann Oakley (1972 , dalam Fakih , 1997 ) , dan sejak saat itu menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat analisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum .
Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks) . Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu . Oleh karena itu , konsep jenis kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan unsure biologis dan anatomi tubuh. Sedangkan gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial yang dibentuk secara kultural . Gender adalah konsep yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan . Pembedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat , melainkan dibedakan melalui kedudukan , fungsi , dan peran masing-masing dalam berbagai macam kehidupan dan pembangunan. Diantara perbedaan seks dan gender adalah sebagai berikut:

Perbedaan Gender dan Seks

GENDER SEKS                                                 JENIS KELAMIN
Bisa berubah                                                    Tidak bisa berubah
Dapat dipertukarkan                                        Tidak dapat dipertukarkan
Tergantung musim                                            Berlaku sepanjang masa
Tergantung budaya masingmasing                     Berlaku di mana saja
Bukan kodrat (buatan masyarakat).            Kodrat (ciptaan Tuhan): perempuan menstruasi,hamil,melahirkan,menyusui

Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia , dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat , budaya , agama , sistem nilai dari bangsa , masyarakat , dan suku bangsa tertentu . Selain itu , gender dapat berubah karena perjalanan sejarah , perubahan politik , ekonomi dan sosial budaya. DEngan demikian , gender tidak bersifat universal melainkan bersifat situasional masyarakatnya. Oleh karena itu , tidak terjadi kerancuan dan pemutar balikan makna tentang apa yang disebut jenis kelamin dan gender.

3.      KONSEKUENSI DAN LAHIRNYA KETIDAKADILAN GENDER
         Gender dan Marginalisasi Perempuan 
Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah suatu proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu (dalam hal ini perempuan) disebabkan oleh perbedaan gender.
         Gender dan Subordinasi
Pandangan gender ternyata tidak saja berakibat terjadinya marginalisasi, akan tetapi juga mengakibatkan terjadinya subordinasi terhadap perempuan. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irrasional dalam  berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin (sebagai pengambil keputusan), maka akibatnya perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting dan tidak strategis (second person).
         Gender dan Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan terhadap pihak tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotipi yang dikenalkan dalam bahasan ini adalah stereotipi yang bersumber pada pandangan gender. Karena itu banyak bentuk ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang kebanyakan adalah perempuan yang bersumber pada stereotipi yang melekatnya. 
         Gender dan Kekerasan
            Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) baik terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap manusia bisa terja di karena berbagai macam sumber, salah satunya adalah kekerasan yang bersumber pada anggapan gender. Kekerasan semacam itu disebut “gender-related violence” yang pada dasarnya terjadi karena adanya ketidaksetaraan kekuatan atau kekuasaan dalam masyarakat.
         Gender dan Beban Kerja
Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin, dan tidak cocok menjadi kepala keluarga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan.  Oleh karena itu beban kerja perempuan menjadi berat dan alokasi waktu yang lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangga; mulai dari mengepel lantai, memasak, dan merawat anak dan sebagainya.

4.      TEORI YANG MELAHIRKAN FAHAM FEMINISME

         Teori fungsionalisme 
Teori/Aliran fungsionalisme struktural atau sering disebut aliran fungsionalisme, adalah aliran arus utama (mainstream) dalam ilmu social yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons. Teori ini tidak secara langsung menyinggung persoalan perempuan.  Tetapi, menurut penganut aliran ini,  masyarakat adalah suatu system yang terdiri atas bagian, dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik sampai keluarga) dan masing-masing bagian selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan (equilibrium) dan keharmonisan, sehingga dapat menjelaskan posisi kaum perempuan. Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda.

Perbedaan fungsi tersebut justru diperlukan untuk saling melengkapi sehingga terwujud suatu system yang seimbang.  Konsep gender, menurut teori structural fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi masing-masing (laki-laki dan perempuan) secara dikhotomi agar tercipta suatu keharmonisan   Menurut penganut teori ini, masyarakat berubah secara evolusioner, sehingga  konflik dalam masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi social dan keseimbangan. Teori ini memandang harmoni dan integrasi sebagai fungsional, bernilai tinggi, dan harus ditegakkan, sedangkan konflik mesti dihindarkan. Jadi, teori ini menentang setiap upaya yang akan menggoncang status quo, termasuk yang   terkait dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang selama ini.  

Akibatnya feminisme tidak mendapat tempat pada kaum perempuan, bahkan ditolak oleh masyarakat.

         Menurut kaum feminis
Feminisme  bukan merupakan suatu pemikiran dan gerakan yang berdiri sendiri, akan tetapi meliputi berbagai ideology, paradigma serta teori yang dipakainya. Meskipun gerakan feminisme berasal dari analisis dan ideology yang berbeda tapi mempunyai kesamaan tujuan yaitu kepedulian memperjuangkan nasib perempuan. Sebab gerakan ini berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan ditindas, dieksploitasi dan berusaha untuk menghari penindasan dan eksploitasi. 

         Aliran feminis liberal
Aliran ini dipengaruhi oleh teori structural fungsionalisme,  Muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, akan tetapi pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Dalam mendefinisikan masalah kaum perempuan, aliran ini tidak melihat struktur dan system sebagai pokok permasalahan. 
Asumsi dasar feminisme liberal adalah bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.
Dalam memperjuangkan persoalan masyarakat, menurut kerangka kerja feminis liberal, tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama” bagi setiap individu, termasuk di dalamnya kaum perempuan. Feminisme liberal tidak pernah mempersoalkan terjadinya diskriminasi sebagai akibat dari ideology patriarki.

         Paradigma/teori Konflik  
Lahir sebagai reaksi terhadap teori struktural fungsional.  Teori ini percaya bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) yang merupakan sentral dari setiap hubungan social termasuk hubungan laki-laki dan perempuan. Bagi penganut aliran konflik, gagasan dan nilai-nilai selalu dipergunakan sebagai alat untuk menguasai dan melegitimasi kekuasaan, tidak terkecuali hubungan antara laki-laki dan perempuan.

5.      Aliran feminis  yang dikategorikan dalam teori konflik ini  adalah:

1.      Feminisme Radikal.
Aliran ini justru muncul sebagai kultur sexism atau diskriminasi social berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 60-an,  Aliran ini sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi.
Sejumlah penganut feminis radikal, menyebutkan ada dua system kelas sosial
pertama, system kelas  ekonomi yang didasarkan pada hubungan produksi 
kedua, system kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem kedua inilah yang menyebabkan penindasan pada perempuan. 
Para penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis, sehingga analisis tentang penyebab penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, terletak pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideology patriarkinya.  
Dengan demikian “kaum laki-laki” secara biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan.
Menurut penganut aliran feminis radikal, patriarki adalah sumber  penindasan yang merupakan system hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi 

2.   Feminisme Marxis
Aliran feminis Marxis ini,  mengkritik aliran feminis Liberal.
Ø  Analisis yang dilakukan feminis liberal disebut sebagai ahistoris, karena menganggap patriarki sebagai hal yang universal dan merupakan akar dari segala penindasan.
Ø  Dalam melakukan analisis hubungan antara laki-laki dan perempuan,  tidak menggunakan kerangka teori kelas secara serius, sehingga sering dianggap membingungkan.
Ø  Karena itu hubungan gender direduksi pada perbedaan kodrati yang bersumber dari biologi.
Feminisme Marxis, juga  menolak keyakinan kaum feminisme radikal yang menyatakan biologi sebagai dasar pembedaan gender.
à Menurut Aliran Feminisme Marxis, penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi.
à Persoalan perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme.
à Karl Marx dalam teorinya sendiri tidak banyak menjelaskan tentang posisi kaum perempuan dalam perubahan social.
à Menurut Marx, hubungan antara suami dan istri serupa dengan hubungan antara proletar dan borjuis, serta tingkat kemajuan masyarakat dapat diukur dari status perempuannya. 
Menurut penganut feminisme Marxis, penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari eksploitatif yang bersifat structural. Aliran ini, tidak menganggap patriarki ataupun kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi justru system kapitalisme yang menjadi penyebabnya. Dari perspektif ini, maka  emansipasi perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga.

3.  Feminisme Sosialis
         Feminis sosialis mulai dikenal tahun 1970-an.
         Menurut  Mitchel, politik penindasan sebagai suatu konsekuensi baik penindasan kelas maupun penindasan patriarkis.
         Penganut aliran ini, menerima dan menggunakan prinsip dasar  Marxisme dan memperluasnya dengan bidang yang selama ini diabaikan oleh teori Marxis konvensional, dengan menggabungkan feminis radikal dan feminis Marxis.   
         Menurut banyak kalangan terutama pengikut gerakan perempuan, aliran ini dianggap lebih memiliki harapan, karena analisis yang ditawarkan lebih dapat diterapkan.
         Lanjutan  Feminisme Sosial
         Bagi feminisme sosialis, penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan.
         Asumsi femisnisme sosialis adalah hidup dalam masyarakat yang kapitalis bukan satu-satunya penyebab keterbelakangan perempuan sebagai perempuan  
         Feminis sosialis menolak visi Marxis yang meletakkan eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender.
         Sebaliknya, feminisme tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. à analisis patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas.
à Dengan demikian kritik terhadap eksploitasi kelas dari system kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketiadakadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi dan marginalisasi atas kaum perempuan. 

2.     Ada atau tidaknya ketimpangan perbedaan gender pada masyarakat Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik
Pada masyarakat Desa Leran Kab Gresik terdapat bentuk ketimpangan (perbedaan) gender yang signifikan tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan. Bentuk ketimpangan tersebut dapat dilihat dari perbedaan perlakuan antara satri laki-laki dan santri perempuan dalam berbagai bentuk, seperti dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.

3.     Pengemuka ada atau tidaknya ketimpangan sosial di  Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik
Seseorang yang telah mengemukakan adanya ketimpangan sosial di Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Laggar Wetan yaitu salah satu santriwati Pondok Pesantren Langgar Wetan yang bernama Himatul Rohiliyah. Dia termasuk kalangan strata atas karena termasuk anak orang kaya di desa tersebut dan juga masih mempunyai hubungan darah dengan kyai pondok pesantren itu. Saat ini ia menempuh pendidikan di Universitas Negeri Surabaya. Dia ingin sekali mengejar cita-citanya menjadi seorang guru sehingga dia mengabaikan aturan-aturan di Pondok pesantren tersebut dalam hal pendidikan dan pekerjaan yang lebih cenderung dikhususkan untuk pihak laki-laki. Alumni santriwati Pondok Pesantren Langgar Wetan ini sekarang berumur 18 tahun dan merupakan keturunan Suku Jawa asli.

4.     Bentuk ketimpangan (ketidakadilan) gender di lingkungan sekitar
Contoh konkret bentuk ketimpangan sosial yang terjadi di Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan yaitu yang pertama dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan antara santri laki-laki dan santri perempuan. Santri laki-laki diperbolehkan untuk memperoleh pendidikan sampai perguruan tinggi, semetara santri perempuan hanya diperbolehkan sekolah sampai jenjang SD. Dari sini sangat jelas dalam hal memperoleh pendidikan antara perempuan dan laki-laki terdapat sebuah perbedaan yang sangat signifikan sampai saat ini.
Selain dalam hal pendidikan , dalam memperoleh pekerjaan pun antara santri laki-laki dan perempuan sangat dibedakan. Laki-laki diwajibkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup seuruh anggota keluarga. Semetara itu, perempuan hanya diperbolehkan menjadi ibu rumah tangga saja untuk melayani suami, mengurus anak dan dibebankan pada pekerjaan rumah tangga.

5.     Saat masyarakat sekitar menyebut hal-hal yang bersifat kodrati dan bukan kodrati
Masyarakat Desa Lehren, Kec. Manyar, Kab. Gresik menyebut hal-hal yang bersifat kodrati yaitu ketika mereka membedakan antara laki-laki dan perempuan dari sifat ciri fisik aslinya (alami) yang melekat pada seseorang sebagai pemberian Tuhan YME yang tidak bisa berubah. Contohnya seperti tugas seorang perempuan untuk mengandung dan melahirkan anak yang tidak bisa digantikan perannya oleh seorang laki-laki.
Masyarakat Desa Leren juga menyebut hal-hal yang bersifat non-kodrati yaitu ketika mereka membedakan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari perilakunya sehari-hari yang dilakukan secara umum dan diajarkan melalui proses sosialisasi namun peran tersebut masih dapat digantikan. Contohnya seperti memasak, mencuci piring, mengurus anak, dsb yang secara umum dilakukan oleh pihak perempuan namun peran tersesebut dapat digantikan oleh pihak laki-laki. Sebaliknya bekerja/mencari nafkah yang pada umumnya dilakukan oleh pihak laki-laki namun hal tersebut dapat digantikan oleh pihak perempuan dan sekarang ini sudah banyak dilakukan dan merupakan suatu hal yang umum.

6.     Ciri-ciri ketimpangan gender dan ketidak adilan gender di lingkungan sekitar
Pada masyarakat Desa Leren, terdapat ketidak adilan gender terutama pada Pondok Pesantren Langgar Wetan. Ciri-ciri yang terdapat pada lingkungan tersebut yaitu :
1.      Adanya nilai dari agama Islam yang berlaku pada masyarakat tentang perbedaaan peran antara laki-laki dan perempuan. Yaitu peran laki-lagi sebagai pencari nafkah sementara perempuan bertugas mengurus keperluan rumah tangga
2.      Adanya anggapan bahwa perempuan lebih lemah dari pada laki-laki
3.      Adanya anggapan bahwa laki-laki lebih cekatan dalam bekerja dan menggambil keputusan
4.      Adanya anggapan bahwa laki-laki tidak layak bekerja di dapur, karena disini laki-laki dianggap tingkatannya lebih tinggi dari pada perempuan

7.     Akibat terjadinya ketidakadilan gender di lingkungan sekitar
Akibat yang terjadi akibat adanya ketidakadilan gender di Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan yaitu:
1.      Wanita sulit berkembang dan sulit mengekspresikan pendapat-pendapatnya sehimgga ide-ide inovatif dan kreatif dari kaum perempuan tidak dapat dikeluarkan untuk memajukan dirinya dan lingkungan sekitarnya
2.      Wanita sulit menggapai cita-citanya karena adanya batasan bagi mereka dalam hal memperoleh pendidikan
3.      Wanita tidak diijinkan bekerja sehingga tidak dapat meningkatkan penghasilan keluarga dan tidak dapat meningkatkan taraf hidup dirinya dan keluarganya
4.      Adanya diskriminasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang terkadang menyakiti hati kaum perempuan. Seperti larangan keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain tanpa seijin suami, minimnya kesempatan istri dalam mengambil keputusan untuk keluarganya karena harus dengan ijin dan persetujuan suami, dan suami yang diperbolehkan menikah lebih dari satu istri yang terkadang tidak adil dalam memperlakukan istri-istrinya.
5.      Terkadang terdapat kekerasan dalam rumah tangga di desa Leren karena adanya seorang istri yang dalam mengambil keputusan tidak ijin suami terlebih dahulu.

8.     Faktor pendorong dan penghambat terjadinya keadilan gender di lingkungan sekitar
Faktor penghambat keadilan atau kesetaraan gender di Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Laggar Wetan diantaranya yaitu:
a.       Adanya nilai agama yang dijunjung tinggi dalam masyarakat yang membedakan antara peran laki-laki dan perempuan
b.      Adanya anggapan (nilai-nilai dalam masyarakat) bahwa laki-laki lebih tangguh, kuat, rasional, tidak emosional, mudah mengambil keputusan, dan cekatan
c.       Kurangnya kesadaran pihak laki-laki dan juga perempuan tentang kesetaraan peran yang seharusnya mereka miliki dan berlaku umum. Sebab pada hakikatnya semua kegiatan yang bersifat non-kodrati dapat dilakukan oleh semua jenis kelamin.
Faktor pendorong keadilan atau kesetaraan gender yaitu adanya teknologi informasi yang semakin canggih dan modern sehingga memudahkan informasi masuk ke desa Desa Leran, Kec.Manyar, Kab.Gresik dan menumbuh kembangkan pikiran masyarakat tentang adanya kesetaraan gender diantara mereka. Adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan diantara kaum perempuan sehingga mereka berusaha menentang nilai pada masyarakat tentang larangan kaum perempuan dalam memperoleh kesempatan belajar dan saat ini sudah mulai terdapat kaum perempuan dari desa ini yang melanjutkan pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Dengan mulai berkembangnya pendidikan, kesempatan memperoleh pekerjaan pun sudah mulai terlihat di desa Leren. Sebagai bukti adanya warga desa perempuan di desa ini yng bekerja sebagai guru atau dosen.




BAB III
PENUTUP
          A.   Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan. Sementara jenis kelamin merupakan suatu hal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari sifat ciri fisik aslinya (alami) yang melekat pada seseorang sebagai pemberian Tuhan YME yang tidak bisa berubah. Dan sekarang ini masih banyak di masyarakat terutama di Desa Leran, Kec. Manyar, Kab. Gresik tepatnya di Pondok Pesantren Langgar Wetan yang kami identifikasi. Perbedaan  jenis kelamin tersebut sangat berpengaruh terhadap gender yang dalam hal ini cukup merugikan kaum perempuan karena adanya diskriminasi gender yang cukup tajam.
        B.   Saran
Dengan adanya perbedaan jenis kelamin yang secara alami sudah ada dalam diri seseorang sebagai pemberian Tuhan YME yang tidak dapat ditawar lagi. Kita sebagai mahkluk sosial yang demokratis dan saling membutuhkan harus saling menghormati dan menghargai semua orang tanpa memandang gender. Karena pada hakikatnya semua gender mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia sehingga harus mempunyai kesempatan yang sama pula dalam semua hal yang bersifat non-kodrati. Agar kemanpuan yang dimiliki tersebut dapat diekspresikan dengan maksimal untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu dan taraf hidup individu itu sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar.




REFERENSI
  • Subakti, A. Ramlan dkk. 2011 Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Prenada Media Group
  •  http://id.shvoong.com/society-and-news/gender/2220358-pengertian-gender-menurut-para-ahli/
  •   http://www.scribd.com/doc/15564947/Ketimpangan-Gender-2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar