Rasa syukur
yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas “Filsafat Ilmu Pengetahuan”, suatu permasalahan
yang sedang di bicarakan dalam mata kuliah Ilmu Filsafat ini
Makalah ini
dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah Filsafat Ilmu
Pengetahuan dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Ilmu Filsafat”. Dalam proses
pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran, untuk itu rasa terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Ilmu
Filsafat dan teman-teman.
Demikian
makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna maka segala kritik dan saran yang membangun akan
kami terima.
Surabaya,
25 September 2011
PENYUSUN
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Dalam
perkembangan manusia yang dimulai dari zaman pra aksara menuju zaman yang
moderen secara tidak langsung juga mengubah pandangan pola pikir manusia yang
menyangkut berbagai hal dan dalam suatu pemikiran itu dalam konsep yang
berbentuk modern sering disebut ilmu filsafat
Sedangkan perkembangan filsafat itu sendiri dimulai
sekitar 1000 SM dimana pada saat itu pola pemikiran manusia yang mulai terbuka akan
hal-hal yang bersifat realistis dan mulai ditinggalkan paham-paham yang
bersifat animisme, dinamisme, dll yang mempunyai suatu pemikiran bahwa manusia
itu tercipta berdasarkan sesuatu yang kebetulan dan mempercayai sesuatu yang
bersifat fatamorgana atau tidak nyata
Sehingga secara tidak langsung tumbuhlah berbagai masyarakat
yang bersifat neomoderalis, tapi selain itu terjadi masyarakat yang bersifat
tertinggal, dimana pola pikir manusia yang masih terkotak-kotak yang dibatasi
dengan sesuatu yang bersifat mitos, dan dari permasalahan tersebut terjadi
fenomena yang sangat unik, Maka dari itu kelompok kami mencoba untuk memaparkan
tentang fenomena pemikiran manusia yang kami kaji dengan suatu metode modern
yang berbasis pada filosofi-filosofi yang berkembang sesuai dengan pola
kehidupan yang mulai merasakan revolusi-revolusi yang berpengaruh pada struktur
kehidupan masyarakat tersebut
BAB 2
PEMBAHASAN
Apa itu
Filsafat?
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika
berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari
dalam matematika dan filsafat. Hal
itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri
eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa
penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Pengertian
Filsafat Secara Etimologi
Kata falsafah
atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia.
Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan").
Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini
lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami
bidang falsafah disebut "filsuf".
Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani
semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai
memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar
mereka dan tidak menggantungkan diri kepada [agama] lagi untuk mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul
di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di
daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih
bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf
ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu
saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles
adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak
lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan
pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul
"etika, republik, apologi, phaedo, dan krito"
ILMU
PENGETAHUAN
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Segi-segi
ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena
manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya
dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret.
Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa
jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi
cocok menjadi perawat.
Ilmu Pengetahuan Secara Etimologi
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang
berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya,
ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial
dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
Syarat-syarat ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa
penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak
terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki
objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu
dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan
subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya
yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin
kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti:
cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan
umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya
mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga
bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan
manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu
sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Apa Itu
Filsafat Ilmu Pengetahuan?
Filsafat ilmu
pengetahuan adalah salah satu cabang filsafat. Filsafat pertama-tama adalah
sikap: sikap mempertanyakan, sikap bertanya, yaitu bertanya dan mempertanyakan
segala sesuatu, mempertanyakan apa saja. Dengan kata lain filsafat sesungguhnya
adalah metode, yaitu cara, kecenderungan, sikap bertanya tentang segala
sesuatu. Sikap bertanya itu sendiri adalah filsafat, termasuk mempertanyakan
“Apa itu filsafat?” Karena itu, ketika kita bertanya “Apa itu filsafat?” kita
sesungguhnya berfilsafat dan dengan demikian memperlihatkan secara paling
konkret hakikat filsafat itu sendiri.
Memang pada
akhirnya setiap pertanyaan menemukan jawabannya. Tetapi, jawaban ini selalu
dipertanyakan lagi. Karena itulah, filsafat dianggap sebagai sesuatu yang bermula
dari pertanyaan dan berakhir dengan pertanyaan. (Memang hakikat filsafat adalah
bertanya terus-menerus). Filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Bahkan
pertanyaan itu sendiri merupakan sebuah jawaban. Dengan kata lain, filsafat
adalah sebuah sistem pemikiran, atau lebih tepat cara berpikir, yang terbuka:
terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali. Filsafat adalah sebuah
tanda dan bukan sebuah tanda seru. Filsafat adalah pertanyaan dan bukan
pertanyaan.
Filsafat
berbeda dari ideologi dan dogma. Ideologi dan dogma cenderung tertutup,
cenderung menganggap kebenaran tertentu sebagai tidak bisa dipersoalkan dan
diterima begitu saja. Sebaliknya, filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya
tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang telah selesai.
Memang betul
bahwa secara etimologis filsafat itu berarti cinta akan kebenaran; suatu
dorongan terus-menerus, suatu dambaan untuk mencari dan mengejar dambaan.
Tetapi, dalam pengetian ini, yang pertama-tama mau diungkapkan adalah bahwa
filsafat adalah sebuah upaya, sebuah proses, sebuah pencarian, sebuah quest, sebuah perburuan tanpa henti akan
kebenaran. Karena itu, cinta (philo)
dalam philosophia, tidak dipahami
pertama-tama sebagai kata benda yang statis, yang given, melainkan sebagai sebuah kata kerja, sebuah proses. Dalam
arti itu, filsafat adalah sebuah sikap yang dihidupi, yang dihayati dalam
pencarian, dalam quest, dalam
pertanyaan terus-menerus.
Dalam filsafat
ilmu pengetahuan, sikap ini muncul dalam bentuk sikap kritis yang ingin
meragukan terus kebenaran yang telah ditemukan. Karena itu pula, apa yang
disebut sebagai kebenaran dan yang pada titik tertentu diyakini sebagai
kebenaran selalu akan diliputi tanda tanya. Konkretnya dengan berfilsafat,
dengan berupaya mencari kebenara, pada akhirnya orang semakin memahami makna
segala sesuatu, termasuk makna kehidupan ini, justru karena pencarian
terus-menerus tadi.
Pemahaman yang
semakin jelas tentang filsafat. Pertama, filsafat dipahami sebagai upaya,
proses, metode, cara, dambaan untuk terus mencari kebenaran. Dambaan ini muncul
dalam sikap kritis untuk selalu mempersoalkan apa saja untuk sampai pada
kebenaran yang paling akhir, yang paling mendalam. Kedua, filsafat dilihat
sebagai upaya untuk memahami konsep atau ide-ide. Dengan bertanya orang lalu
berpikir tentang apa yang ditanyakan. Dengan bertanya orang berusaha menemukan
jawaban atas apa yang ditanyakan. Maka, muncul ide atau konsep tertentu yang
dapat menjawab pertanyaan tadi. Tetapi yang menarik, sebagaimana telah
dikatakan di atas, filsafat sebagai sebuah sikap terus mencari, akan
mempertanyakan kembali konsep atau ide tadi untuk lebih memahaminya lagi.
Maka akan terjadi proses mempertanyakaun konsep atau ide yang diajukan atas
sebuah pertanyaan, dan terus berulang hingga akhirnya akan sampai pada sebuah
jawaban final, yang paling ultima, yang paling mendasar, yang paling akhir yang
dianggap paling benar.
Jawaban yang
paling akhir dan paling benar itu tidak pernah akan ditemukan. Maka proses
bertanya dan bertanya terus-menerus itu akan bergulir terus tanpa henti
sebagaimana hakikat filsafat itu sendiri. Yang ditemukan hanyalah
jawaban-jawaban sementara dalam bentuk konsep atau ide atau pemikiran tertentu
yang kemudian dipertanyakan dan dikritik terus-menerus. Karena itu, filsafat
pun akan terus berlangsung tanpa henti. Filsafat tidak pernah menemukan titik
akhirnya, sebagai sebuah pencarian dan perburuan akan kebenaran yang tidak
mengenal titik akhir. Berkaitan dengan inilah, filsafat sering disebut sebagai
ilmu yang berupaya mencari “yang paling akhir”, “yang paling dalam”, dan “yang
paling benar”.
Dengan
mengatakan bawha filsafat adalah upaya untuk memahami ide atau konsep, filsafat
lalu di lihat pula sebagai “pemikiran tentang pemikiran” atau “berpikir tentang
berpikir” (Thinking about thinking). Dengan kata lain, aktifitas seorang filsuf
atau ahli filsafat adalah berpikir. Ketika Seorang filsuf sedang berpikir ,
sesungguhnya ia melakukan “dialog” dalam dirinya tentang apa saja. Ia bertanya
dan berusa menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri, tetapi kemudian jawaban
itu di sanggah, di kritik, dan di pertanyakannya lagi. Maka, terjadilah proses
bertanya dan menjawab dan bertanya dan menjawab terus – menerus tanpa henti.
Itulah filsafat, sebuah quest , sebuah
pencarian, sebuah question tentang
berbagai ide.
Dengan
demikian, filsafat, entah yang di pelajari di kelas, dibaca, didengar, atau
dipraktekkan sendiri sesungguhnya mengajak kita untuk mempertanyakan,
mempersoalkan, mengkaji, dan mendalami hidup ini dalam segala aspeknya.
Sebagaimana di katakan dalam sokrates, “Hidup yang tidak dikaji tidak layak di
hidupi,” Artinya, menjalani kehidupan ini tanpa mempersoalkannya sama dengan
hidup sebagai orang buta. Maka, salah satu sikap yang akan muncul dengan
sendirinya dari filsafat adalah sikap kritis, yakni tetap mempertanyakan apa
saja, sikap tidak puas dengan jawaban yang ada, tidak percaya akan apa saja,
dan selalu ingin tahu lebih dari yang sudah diketahui, atau sebagaimana
dikatakan Rene Descartes, seperti yang akan kita bahas kemudian, sikap
menyangsikan dan meragukan segala sesuatu, yang di anggap sebagai metode utama
filsafat, dal ilmu pengetahuan pada umumnya.
Filsafat itu
sederhana sekali. Tidak lebih tidak kurang,hanya sikap yang selalu bertanya
terus – menerus. Sesuatu yang begitu alamiah, tetapi sekaligus begitu sukar
karena manusia selalu cenderung menjadi terbiasa dengan segala yang di alaminya
sepanjang hidupnya. Apalagi, seperti dikatakan di atas, kita cenderung terbiasa
dengan perintah, pertanyaan, dan larangan sampai hilang kecenderung bertanya,
berfilsafat, kecenderungan mencari kebenaran dan lebih senang menerima apa saja
yang ada sebagai benar begitu saja. Oleh karena itu pula, filsafat dan
berfilsafah, yang sesunggunya sangat sederhana itu, menjadi sulit dan esotoris.
Apalagi, karena cenderung bertanya terus – menerus itu kalau diikuti terus akan
sampai pada pertanyaan–pertanyaan mendasar yang tidak pernah di tanyakan oleh
manusia biasa hanya karena mereka menyepelekannya atau enggan mempertanyakan
karena terlalu mendasar. Dalam situasi seperti itu, dibutujkan orang-orang
khusus, yang secara khusus mengkhususkan aktifitasnya dengan melanjutkan tugas
biasa tadi: Bertanya apa saja. Dari mereka inilah, yang kemudian dikenal dengan
istilah khusus sebagai para filsuf, kita belajar banyak hal.
Filsafat di
sebut juga sebagai ratu dan induk semua ilmu pengetahuan; ratu yang memahkotai
semua ilmu dengan sikap dasar selalu bertanya ini. Disebut induk karena dari
sikap dasar bertanya ini lahirlah berbagain ilmu yang demikian banyak sekarang
ini. Tapi, kedua, ada satu perbedaan dasar antara sikap bertanya dalam filsafat
dan sikap bertanya dalam semua ilmu lainnya. Dalam filsafat, kita
memepertanyakan apa saja dari berbagai sudut, khususnya dari sudut yang paling
umum dan mendasar menyangkut hakikat, inti, penegertian paling mendasar.
Sedangkan dalam ilmu pengetahuan, yang di pertanyakan hanya satu saja kenyataan
yang di gulumi oleh ilmu itu dan di pertanyakan dari sudut pandang ilmu yang
bersangkutan. Jadi, yang di persoalkan filsafat adalah seluruh yaitu
kenyataan dari sudut pandang yang paling mendasar.
CABANG-CABANG FILSAFAT
Cabang-cabang ilmu filsafat ada banyak namun pada
kesempatan ini kami hanya membahas mengenai:
A. EPISTEMOLOGI
A. EPISTEMOLOGI
1. Pengertian
Epistemologi
Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan
dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya
proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan keburukan
bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang
benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air
mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan
pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya
yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan
tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat
dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat
memahami dan menyadari bahwa:
1. Hakikat itu ada dan
nyata;
2. Kita bisa
mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3. Hakikat itu bisa
dicapai, diketahui, dan dipahami;
4. Manusia bisa
memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran
manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju
ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang
baru, misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini bahwa hakikat itu
benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan semuanya hanyalah
bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu ada, lantas bagaimana
kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian
dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya? Apakah kita yakin bisa
menggapai hakikat dan realitas eksternal itu? Sangat mungkin pikiran kita tidak
memiliki kemampuan memadai untuk mencapai hakikat sebagaimana adanya, keraguan
ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati kesalahan-kesalahan yang
terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di antara para
pemikir di sepanjang sejarah manusia?Persoalan-persoalan terakhir ini berbeda
dengan persoalan-persoalan sebelumnya, yakni persoalan-persoalan sebelumnya
berpijak pada suatu asumsi bahwa hakikat itu ada, akan tetapi pada
persoalan-persoalan terakhir ini, keberadaan hakikat itu justru masih menjadi
masalah yang diperdebatkan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan teropong dan
melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang berbeda,
lantas iameneliti benda-benda tersebut dengan melontarkan berbagai
pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Dengan perantara teropong itu sendiri, ia
berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang dilihatnya.
Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya: Dari mana Anda yakin bahwa
teropong ini memiliki ketepatan dalam menampilkan warna, bentuk, dan ukuran
benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong itu
memiliki ukuran besar atau kecil?. Keraguan-keraguan ini akan semakin kuat
dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh teropong.
Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran yang
dihasilkan oleh teropong. Dengan ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang
keberadaan realitas eksternal, akan tetapi, yang dipersoalkan adalah keabsahan
teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang
jauh.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran,
persepsi-persepsi pikiran, nilai dan keabsahan pikiran, kualitas pencerapan
pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil
pikiran, dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan
mencerap objek eksternal, masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan
kekinian bagi manusia. Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang
benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal, dan terkadang kita membahas tentang
ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan
ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah
suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar
dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu,
makrifat, dan pengetahuan manusia.
2. Pokok Bahasan Epistemologi
Dengan
memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok
pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini,
dua poin penting akan dijelaskan:
1. Cakupan pokok
bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu
dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri
memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu
itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Makna
leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala
hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi
ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî,
ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia.
b. Ilmu adalah
kehadiran (hudhûrî)
dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam.
Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
c. Ilmu yang
hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan
ilmu logika (mantik).
d. Ilmu adalah
pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi
kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
e. Ilmu adalah
pembenaran yang diyakini.
f. Ilmu ialah
kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas
eksternal.
g. Ilmu adalah
keyakinan benar yang bisa dibuktikan.
h. Ilmu ialah kumpulan
proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan
dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
i. Ilmu
ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki dimana tidak termasuk
hal-hal yang linguistik.
j. Ilmu
ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
2. Sudut pembahasan,
yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut
mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi,
logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan
dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat
keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan
filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga
menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru
dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab
hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi
mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan
pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam
pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan
probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan
pengetahuan. Dan dari sisi ini,
ilmu hushûlî
dan ilmu hudhûrî
juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang
diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan
sebagai subyek dalam epistemologi.
3. Metode
Epistemologi
Dengan memperhatikan definisi dan pengertian
epistemologi, maka menjadi jelaslah bahwa metode ilmu ini adalah menggunakan
akal dan rasio, karena untuk menjelaskan pokok-pokok bahasannya memerlukan
analisa akal. Yang dimaksud metode akal di sini adalah meliputi seluruh analisa
rasional dalam koridor ilmu-ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
Dan dari dimensi lain, untuk menguraikan sumber kajian epistemologi dan
perubahan yang terjadi di sepanjang sejarah juga menggunakan metode analisa
sejarah.
4.
Hubungan epistemologi dengan Filsafat
Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal. Jadi, epistemologi dan ilmu logika merupakan mukadimah bagi filsafat.
Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal. Jadi, epistemologi dan ilmu logika merupakan mukadimah bagi filsafat.
B. LOGIKA
Pengertian Logika
Pengertian Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος
(logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan
lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.Sebagai
ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir
secara lurus, tepat, dan teratur.Ilmu
di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga
diartikan dengan masuk akal.
Ada cabang filsafat lain yang menaruh perhatian pada
bahasa. Cabang itu sering disebut logika.Logika ialah studi tentang inference
(kesimpulan-kesimpulan).Logika berusaha menciptakan suatu kriteria guna
memisahkan inferensi yang sahih dari yang tidak sahih.Karena penalaran itu
terjadi dengan bahasa, maka analisis inferensi itu tergantung kepada analisis statement-statement
yang berbentuk premis dan konklusi.Studi tentang logika membukakan kenyataan
bahwa sahih dan tidaknya informasi itu tergantung kepada wujud statement
yang mengandung premis dan konklusi. Adapun yang dimaksud dengan wujud ialah
jenis istilah yang terkandung di dalam statement dan juga cara bagaimana
istilah itu disusun menjadi statement.
Logika sebagai ilmu pengetahuan
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana
obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan
obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi
ketepatannya.
Logika sebagai cabang filsafat
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang
praktis.Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya
serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba
membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.Logika digunakan
untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak.Secara tradisional,
logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa
dianggap sebagai cabang matematika.logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup
mencari kebenaran
Dasar-dasar Logika
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika.Konsep itu menyatakan bahwa
kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk
logisnya, bukan oleh isinya.Dalam hal ini logika menjadi alat untuk
menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau
bukti-bukti yang diberikan (premis).Logika silogistik tradisional Aristoteles
dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif
dan induktif.Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran
yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif.Argumen dinyatakan deduktif
jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari
premis-premisnya.Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan
benar atau salah.Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika
kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.Contoh argumen
deduktif:
- Setiap mamalia
punya sebuah jantung
- Semua kuda
adalah mamalia
- ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
- Kuda Sumba punya
sebuah jantung
- Kuda Australia
punya sebuah jantung
- Kuda Amerika
punya sebuah jantung
- Kuda Inggris
punya sebuah jantung
- ...
- ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang
membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif
|
Induktif
|
|
|
|
|
Logika sebagai matematika murni
Logika masuk ke dalam kategori matematika murni
karena matematika adalah logika yang tersistematisasi.Matematika adalah
pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau
simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika
tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M)
dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan
menerapkan metode geometri.Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia
Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead
(1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1
872 - 1970).
872 - 1970).
Kegunaan logika
- Membantu setiap
orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
- Meningkatkan
kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
- Menambah
kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
- Memaksa dan
mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
- Meningkatkan
cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan,
serta kesesatan.
- Mampu melakukan
analisis terhadap suatu kejadian.
- Terhindar dari
klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
- Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang
berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan
dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif.Kemampuan logika alamiah manusia
ada sejak lahir.Logika ini bisa dipelajari dengan memberi contoh penerapan
dalam kehidupan nyata.
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran,
serta akal budi.Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan
azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran.Berkat pertolongan logika
ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih
mudah, dan lebih aman.Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan
atau, paling tidak, dikurangi.
KRITIK ILMU-ILMU
Pada awalnya, perbedaan filsafat dan ilmu
pengetahuan sangatlah kecil. Pada zaman Yunani kuno hanya dibedakan empat ilmu,
yaitu logika, ilmu pasti, ilmu pesawat dan kedokteran. Bahkan, kedokteran dan
logika lebih dipandang sebagai seni atau keahlian. Mulai zaman renaisans (sekitar 1800 dan sesudahnya) menghasilkan
ilmu-ilmu yang kebanyakan sekarang. Seperti sosiologi, psikologi dan
psikoanalisis yang masih muda. Dan ada yang lebih muda lagi seperti ilmu
ekologi (ilmu keseimbangan lingkungan hidup).
Ilmu dibagi menjadi tiga kelompok :
1. Ilmu-ilmu formal :Matematika,
logika, dll
2. Ilmu-ilmu empiris formal :Ilmu alam, ilmu hayati, dll
3. Ilmu-ilmu hermeneutis :Sejarah, ekonomi, dll
Beberapa orang mengatakan bahwa ilmu hermeneutis
tidak ilmiah karena disini tidak dicapai kepastian. Misalkan sejarah, disini
tidak diterangkan sesuatu melainkan hanya dimengerti sesuatu, hanya diberikan
fakta-fakta dan tidak pernah dicapai suatu kepastian bahwa fakta ini benar.
Orang lain mengatakan bahwa ilmu-ilmu empiris formal memang selalu bersifat
hipotesis sehingga antara ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu hermeneutis
tidak begitu penting. Nah, pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang termasuk
kritik ilmu-ilmu. Teori-teori tentang pembagian ilmu-ilmu,tentang metode
ilmu-ilmu, tentang dasar kepastian dan tentang jenis-jenis keterangan yang
diberikan, tidak lagi termasuk bidang ilmu
Fenomenologi pengetahuan dan ilmu pegetahuan
Terbentuknya pengetahuan manusia adalah adanya
subjek dan objek. Keduanya merupakan suatu kesatuan asasi bagi terwujudnya
pengetahuan. Dalam sejarah filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan terjadi
perdebatan tentang mana yang lebih pokok dan yang lebih dulu. Subjek manusia
dengan akal budinya, ataukah objek kenyataan yang diamati dan dialami di alam
semesta ini. Muncul persoalan pengetahuan, apakah pengetahuan manusia berasal
dari akal budi manusia atau pengalaman manusia akan realitas objektif di alam
semesta ini, bersifat psikologis-subjektif atau objektif-universal, berkaitan
dengan struktur kesadaran subjektif atau kenyataan real yang melekat pada objek
dan lepas dari kesadaran subjektif tiap orang. Supaya terjadi pengetahuan
subjek harus terarah kepada objek, dan sebaliknya objek harus terbuka dan
terarah pada subjek.
Pengetahuan adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Manusia sebagai subjek pengetahuan memegang peranan penting. Keterarahan manusia terhadap objek merupakan factor yang sangat menentukan bagi munculnya pengetahuan manusia. Pada awalnya melalui unsur jasmaniah, manusia memperoleh pengetahuan yang bersifat temporal, kongkret, jasmani-inderawi. Selanjutnya dengan bantuan akal budinya, pengetahuan tersebut dapat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu abstrak dan universal. Pengetahuan yang bersifat abstrak umum dan universal tersebut melalui bahasa dapat dikomunikasikan secara universal, dibakukan, dan diwariskan kemudian direfleksikan kembali (dipelajari, dipersoalkan, didalami, diubah, dikembangkan dan ditemukan) menjadi pengetahuan baru atau lebih sempurna. Jadi ilmu pengetahuan muncul karena apa yang sudah diketahui secara spontan dan langsung, disusun dan diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu yang bersifat baku. Dalam ilmu pengetahun ada pakem, ada cara, ada pola tertentu yang baku dan selalu bisa diikuti
Pengetahuan adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Manusia sebagai subjek pengetahuan memegang peranan penting. Keterarahan manusia terhadap objek merupakan factor yang sangat menentukan bagi munculnya pengetahuan manusia. Pada awalnya melalui unsur jasmaniah, manusia memperoleh pengetahuan yang bersifat temporal, kongkret, jasmani-inderawi. Selanjutnya dengan bantuan akal budinya, pengetahuan tersebut dapat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu abstrak dan universal. Pengetahuan yang bersifat abstrak umum dan universal tersebut melalui bahasa dapat dikomunikasikan secara universal, dibakukan, dan diwariskan kemudian direfleksikan kembali (dipelajari, dipersoalkan, didalami, diubah, dikembangkan dan ditemukan) menjadi pengetahuan baru atau lebih sempurna. Jadi ilmu pengetahuan muncul karena apa yang sudah diketahui secara spontan dan langsung, disusun dan diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu yang bersifat baku. Dalam ilmu pengetahun ada pakem, ada cara, ada pola tertentu yang baku dan selalu bisa diikuti
Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan
adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki
manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan
Ilmu Pengetahauan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah di
bakukan secara sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih spontan sifatnya,
sedangkan Ilmu Pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan demikian,
pengetahuan mencakup segala sesuatu yang di ketahui manusia tanpa perlu berarti
telah di bakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan
dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga, mencakup praktek atau
kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum di
bakukan secara sistematis dan metodis.
Filsafat ilmu
pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala
persoalan yang berkaitan dengan ilmu penegtahuan.
Sebelum
munculnya ilmu pengetahuan, manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami
berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita
dongeng. Melalui cerita-cerita dongeng, manusia berupaya menjelaskan secara
masuk akal (reasonable) makna
berbagai peristiwa dan keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Melalui
mitos-mitos itu manusia lalu memahami pada tingkat yang sangat sederhana,
misalnya, dari mana asal usul bumi ini, dari mana munculnya manusia, bagaimana
terjadinya gempa, guntur, kilat, dan seterusnya. Dengan pemahaman yang sangat
sederhana itu, mereka dapat menata kehidupannya secara lebih baik.
Melalui ilmu
pengetahuan, berbagai peristiwa alam semesta lalu di jelaskan secara lain dalam
kerangka teori atau hukum ilmiah yang lebih masuk akal, dan klebih biasa
dibuktikan dengan berbagai perangkat metodis yang berkembang kemudian sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Fokus Filsafat Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan merupakan karya budi yang logis dan imajinatif. Tanpa imajinasi dan
logika dari seorang kopernikus, suatu gagasan besar tentang heliosentrisme
tidak akan muncul. Begiti juga halnya jika kita berbicara tentang ilmuan-ilmuan
lain. Metode-metode ilmu pengetahuan adalah metode-metode yang logis karena
ilmu pengetahuan mempraktekan logika. Namun selain logika temuan-temuan dalam
ilmu pengetahuan dimungkinkan oleh akan budi manusia yang terbuka pada
realitis. Keterbukaan budi manusia pada realitas itu kita sebut imajinasi. Maka
logika dan imajinasi merupakan dua dimensi penting dari seluruh cara kerja ilmu
pengetahuan.
Tak pernah ada
imajinasi tanpa logika dalam ilmu pengetahuan. Keduannya akan berjalan
bersamaan. Namun pendekatan pertama tidaklah cukup. Ilmu pengetahuan telah
berkembang sebagai bagian dari hidup kita sebagai manusia dalam masyarakat.
Dengan alasan itu, filsafat ilmu pengetahuan pelu mengarahkan diri selain
kepada pembicaraan tentang masalah metode ilmu pengetahuan juga harus berbicara
tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat. Implikasi sosial dan
etis dari ilmu pengetahuan akan dibicarakan dalam konteks ini. Topik yang
dibicarakan disini antara lain adalah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan life-world, antara ilmu pengetahuan dan
politik, bagaimana harus membangun ilmu pengetahuan dalam masyarakat.
Manfaat Belajar Filsafat Ilmu Pengetahuan
Dengan
mempelajari filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja
ilmu pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi
kerjanya kelak di kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi,
ataupun sebagai manajer karena pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan
lainnya – pada dasarnya berkaitan dengan upaya memecahkan masalah tertentu.
Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan berbagai persoalan
yang berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional,
tuntas, dan memuaskan. Yang dibutuhkan dari seseorang yang profesional dalam
bidang perkejaannya adalah, pertama-tama, kemampuan untuk melihat masalah:
dimana masalahnya, seberapa besar masalahnya, apa dampaknya, dan bagaimana
mengatasinya. Ini sangat dibutuhkan dalam bidang pekerjaannya. Sesungguhnya,
inilah yang dipelajari dalam kaitan dengan filsafat ilmu pengetahuan. Yang
terutama di pelajari dalam masing-masing ilmu adalah kemampuan teknis dalam
masing-masing ilmu untuk memecahkan persoalan dari sudut ilmu masing-masing,
sedangkan filsafat ilmu pengetahuan lebih melatih mahasiswa untuk mampu melihat
masalah, mampu melihat sebabnya, apa akibatnya, dan apa solusinya.
Ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat puritan-elitis, melainkan juga pragmatis.
Dalam pengertian, ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti sekedar memuaskan rasa
ingin tahu manusia. Melainkan juga bermaksud membantu manusia untuk memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi manusia dalam hidupnya. Salah satu persoalan aktual
yang dihadapi kita dalam konteks Indonesia sekarang ini adalah problem
modernisasi. Problem modernisasi adalah bagaimana memecahkan masalah
kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, maupun penyakit dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ternyata, ilmu pengetahuan dan teknologi, terlepas
dari akibat negatifnya yang pernah dialami manusia, sekurang-kurangnya hingga
sekarang membantu mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan
kesejahteraannya, melalui apa yang kita kenal sebagai proses modernisasi.
pengetahuan sendiri, melainkan merupakan suatu
cabang dari filsafat.
BAB 3
KESIMPULAN
Filsafat merupakan segala pertanyaan baik
yang bisa terjawab maupun yang belum atau tidak akan pernah terjawab.
Pengetahuan adalah kesan di dalam fikiran manusia yang terjadi dari hasil
penggunaan pancainderanya. Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan dari pengetahuan
yang tersusun secara sistematis, metodis dan universal. Sedangkan filsafat ilmu
pengetahuan adalah pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara metodis,
sistematis, dan koheran yang dapat melahirkan ilmu pengetahuan- ilmu
pengetahuan baru yang lebih bermanfaat.
Dengan mempelajari
filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja ilmu
pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi kerjanya
kelak di kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi, ataupun
sebagai manajer karena pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan lainnya –
pada dasarnya berkaitan dengan upaya memecahkan masalah tertentu. Dalam hal
ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan berbagai persoalan yang
berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional, tuntas, dan
memuaskan.
- · Keraf, A.Sony dan M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Kanisius: Yogyakarta
- · Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Kanisius: Yogyakarta
- · Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Logika. Asas-asas penalaran sistematis.Kanisus: Yogyakarta
- · http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2109405-fenomenologi-pengetahuan-dan-ilmu-pengetahuan/#ixzz1Ys9XASev
- · http://www.anneahira.com/ilmu/filsafat-ilmu.htm
- · http://isyraq.wordpress.com/2007/08/28/epistemologi-teori-ilmu-pengetahuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar